MINARTI JULIANA (12)
8156171052
Arah Kecenderungan dan Isu dalam Pembelajaran Matematika
DIKMAT A-1 PASCASARJANA UNIMED
Dosen Pengampuh:
Dra. Ida Karnasih, M.S., Ph.D
1.
Apa yang anda ketahui tentang isu isu negative
dalam pendidikan ?
Jawaban
Dalam mengajar matematika
terdapat enam prinsip dasar untuk mencapai pendidikan
matematika yang tinggi (NCTM : 2000) sebagai berikut :
1. Prinsip
Kesetaraan
2. Prinsip
Kurikulum
3. Prinsip
Pengajaran
4. Prinsip
Pembelajaran
5. Prinsip
Penilaian
6. Prisnip
Teknologi
1.
Prinsip Kesetaraan ( The Equity Principle)
Kendala
yang dihadapai dalam Pendidikan Kesetaraan adalah Mengajak warga masyarakat untuk belajar di kelompok belajar (Kejar)
paket tidaklah mudah. Sesuai denga sebutannya yakni Kejar, kita betul-betul
harus mengejar para calon warga belajar ini. Memotivasi mereka dan menjelaskan
akan pentingnya pendidikan. Untuk itu memang perlu memiliki kemampuan dalam
melakukan pendekatan terhadap sasaran didik ini. Maklumlah, mereka adalah
orang-orang yang bermasalah. Bermasalah dalam artian berkaitan dengan berbagai
masalah seperti masalah ekonomi sehingga membuat mereka tidak mampu melanjutkan
pendidikannya di pendidikan formal.
Oleh karena itulah faktor
ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan.. Untuk memberikan semangat (motivasi) kepada warga belajar agar tetap
senang belajar, maka pengelola program pendidikan kesetaraan mendirikan Taman
bacaan masyarakat (TBM), yaitu merupakan sarana belajar bagi masyarakat untuk
memperoleh informasi dan mengembangkan pengetahuan guna memenuhi minat dan
kebutuhan belajarnya yang bersumber dari bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya
Dalam Pelaksanaan Program Paket A setara SD dan Paket B Setara SUP,
berbagai permasalahan yang paling berat dihadapi, diuraikan sebagai berikut :
1. Warga
Belajar
2.
Tutor
3.
Sarana dan Prasarana
4.
Pehabtanas
2. Prinsip Kurikulum (
The Curriculum Principle )
Hambatan Hambatan
pengembangan kurikulum
·
Pada guru : guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum disebabkan
beberapa hal yaitu kurang waktu, kekurang sesuaian pendapat, baik dengan sesama
guru maupun kepala sekolah & administrator karena kemampuan dan pengetahuan
guru sendiri
·
Dari masyarakat : untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat,
baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem
pendidikan ataupun kurikulum yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber
input dari sekolah.
·
Masalah biaya: untuk pengembangan kurikulum apalagi untuk kegiatan eksperimen
baik metode isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering
tidak sedikit
·
Kepala sekolah : dalam hal ini seharusnya kepala sekolah mempunyai latar
belakang mendalam tentang teori dan praktek kurikulum. Kepala sekolah merupakan
peranan yang penting dalam pengembangna kurikulum.
·
Birokrasi : terdiri dari para inspeksi di Kanwil dan juga orang tua maupun
tokoh- tokoh masyarakat. Kepala sekolah dan stafnya tidak dapat bekerja dalam
kerangka patokan yang ditetapkan oleh Depdikbud.
Usaha perbaikan kurikulum disekolah harus memenuhi langkah berikut ini ;
yaitu perlunya mengadakan penilaian umum di sekolah ( kualitas dan mutu),
mengetahui kebutuhan siswa dan guru, mengidentifikasi masalah yang timbul
berdasarkan studi, menyiapkan desain perencanaan ( tujuan, cara mengevaluasi,
metode penyampaian, penilaian), menerqapkan cara mengevaluasi/ apakah yang
direncanakan itu dapat direalisasikan.
3.
Prinsip Pengajaran (The Teaching Principle)
Berdasarkan pengalaman
guru di lapangan. Masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan pengajaran
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1) Masalah
pengarahan
Di waktu
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar-mengajar, kebanyakan
guru kurang memiliki keterampilan dalam:
a.
Berorientasi kepada tujuan pelajaran.
b.
Mengkomunikasikan tujuan pelajaran kepada siswa.
c.
Memahami cara merumuskan tujuan umum dan khusus.
d.
Menyesuaikan tujuan pelajaran dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
e.
Merumuskan tujuan instruksional jelas.
Keadaan ini
mengakibatkan secara jelas terhadap tujuan mempelajari materi tersebut, mereka
tidak mendapat kepuasan dalam menerima pelajaran, siswa menyadari bahwa tujuan
pelajaran yang diberikan guru tidak relevan dengan kebutuhannya tidak bermakna
bagi kehidupannya di kemudian hari.
2) Masalah
evaluasi dan penilaian
Guru dalam
tugasnya untuk merencanakan, melaksanakan evaluasi dan menemukan
masalah-masalah sebagai berikut:
a.
Guru dalam menyusun kriteria keberhasilan tidak jelas
b.
Prosedur evaluasi tidak jelas
c.
Guru tidak melaksanakan prinsip-prinsip evaluasi yang efisien dan efektif.
d.
Kebanyakan guru memiliki cara penilaian yang tidak seragam.
e.
Guru kurang menguasai teknik-teknik evaluasi.
f.
Guru tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik.
Dengan
evaluasi yang semacam itu siswa yang menerima evaluasi tidak puas. Mereka tidak
mengerti arti angka-angka yang diterimanya. Guru juga tidak mengetahui apakah
muridnya sudah mempelajari materi pelajaran yang diberikan atau belum. Guru
tidak mengerti bahwa pada siswa sudah ada perubahan tingkah laku, sebagai
pengaruh pengajaran yang diberikan atau tidak.
3) Masalah isi
dan urut-urutan pelajaran
Dalam
membuat perencanaan pengajaran, yang kemudian akan dilaksanakan dan dievaluasi,
guru dalam menyusun isi dan urutan bahan pelajaran menemukan masalah sebagai
berikut:
a.
Guru kurang menguasai materi
b.
Materi yang disajikan tidak relevan dengan tujuan
c.
Materi yang diberikan sangat luas
d.
Guru kurang mampu dalam menyesuaikan penyajian bahan dengan waktu yang
tersedia
e.
Guru kurang terampil dalam mengorganisasikan materi pelajaran.
f.
Guru kurang mampu mengembangkan materi pelajaran yang diberikannya.
g.
Guru kurang mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dari materi pelajaran
yang diberikan.
4) Masalah metode
dan sistem penyajian bahan pelajaran
Agar guru
dapat menyajikan bahan pelajaran dengan menarik dan berhasil, maka perlu
menguasai beberapa teknik sistem penyajian. Juga dapat memilih siswa penyajian
yang tepat untuk setiap materi tertentu yang akan disajikan, ataupun dapat
membuat variasi dalam menyajikan bahan tersebut. Namun dengan demikian dalam
pengamatan pelaksanaan pengajaran itu para guru menemukan masalah-masalah
sebagai berikut:
a
Guru kurang menguasai beberapa siswa penyajian yang menarik dan efektif.
b
Pemilihan metode kurang relevan dengan tujuan pelajaran dan materi
pelajaran.
c
Kurang terampil dalam menggunakan metode
d
Sangat terikat pada satu metode saja
e
Guru tidak memberikan umpan balik pada tugas yang dikerjakan siswa.
5) Masalah
hambatan-hambatan
Dalam
pelaksanaan pengajaran guru kadang-kadang menemui banyak hambatan, diantaranya
ialah:
a
Banyak guru kurang menggunakan perpustakaan sebagai sumber belajar.
b
Guru kurang mempertimbangkan latar belakang siswa yang tidak sama.
c
Guru kurang mengerti tentang kemampuan dasar siswa yang kurang.
d
Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah
e
Keadaan sarana yang kurang
f
Guru kurang mampu dalam menguasai bahasa Inggris.
Dengan
menemukan hambatan-hambatan itu dalam pengajaran menjadi kurang lancar. Guru
mengalami kesulitan dalam meningkatkan proses belajar mengajar agar hasilnya
efektif dan efisien. Begitu juga siswa sendiri kurang bersemangat untuk
mendalami setiap bagian pengetahuan yang diperolehnya di bangku sekolah.
4.
Prinsip
Pembelajaran (The Learning
Principle )
a.
Belajar Internal
Belajar
internal adalah masalah-masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau
faktot-faktor internal yang menimbulkan kekurang beresan siswa dalam
belajar. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak itu
sendiri.
b.
Belajar Eksternal
Belajar eksternal
adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan
kekurangberesan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang
dari luar diri siswa, seperti:
a.
Lingkungan Keluarga
b. Lingkungan
Guru
c. Lingkungan
Masyarakat
5.
Prinsip
Penilaian ( Assesment
Principle )
Dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang
secara garis besar membagi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotorik.
Masalah yang
timbul dari penilaian di atas adalah
·
Tidak semua materi pelajaran dapat dilakukan penilaian
·
Siswa yang kurang pintar akan merasa minder
6.
Prinsip
Teknologi (The Technology Principle)
a.
Perkembangan IPTEK
Kalaupun iptek mampu mengungkap semua tabir rahasia alam
dan kehidupan, tidak berarti iptek sinonim dengan kebenaran. Sebab iptek hanya
mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari
sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan. Tentu
saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan, oleh karena itu iptek tidak pernah
bisa mejadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah kemanusiaan.
Dampak negative dari perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan adalah :
1. Malas belajar dan
mengerjakan tugas
Penggunaaan komputer juga menimbulkan dampak
negatif dalam dunia pendidikan. Seseorang terutama anak-anak yang terbiasa
menggunakan komputer, cenderung menjadi malas karena mereka menjadi lebih
tertarik untuk bermain komputer dari pada mengerjakan tugas atau belajar.
A. Perubahan Tulisan Tangan
Dengan kemudahan dan kepraktian yang
diberikan oleh komputer, terutama dalam hal menuliskan suatu text, membuat
seseorang cenderung memilih untuk mengetik daripada harus menulis secara
manual. Akibatnya, lama kelamaan seseorang akan mengalami perubahan tulisan, dari yang dulunya
rapih, sampai akhirnya menjadi tulisan yang berantakan dan sulit dibaca, Hal
tersebut karena mereka tidak lagi terbiasa untuk menulis secara manual.
2.
Apa yang kamu ketahui tentang Learning pyramid,
Taksonomi Bloom, dan Multiple Intelegence, sebutkan fungsi dan implikasinya ?
Learning
Pyramid
Cara Belajar yang terbaik adalah
dengan mengajar.
Bagan Piramida Belajar atau Learning Pyramid
tersebut adalah hasil dari penelitian National Training Laboratories, Bethel,
Maine. Begini kira-kira yang diterangkan oleh gambar tersebut. Konon tingkat
retensi (bertahannya ingatan akan suatu ilmu) dilihat dari cara belajarnya
seseorang adalah sebagai berikut:
1.Lecture (dari mendengarkan orang bicara)
2.Reading (dari membaca) 10%)
3.Audiovisual (dapat dinikmati oleh mata dan telinga) 20%)
4.Demonstration (dengan praktek) 30%
5.Discussion (dengan diskusi) 50%
6.Practice Doing (dipraktekkan kekehidupan nyata) 75%
7.Teach Others (Mengajarkan ilmu tsb pd orang lain) 90%
Ternyata tingkat retensi yang paling
tinggi adalah bila kita mengajarkan ilmu tersebut pada orang lain, yaitu
sebesar 90%
Fungsinya
adalah meningkatkan daya serap dan daya lekat sang anak
dalam mempelajari sesuatu. Dalam Kurikulum 2013 sudah menggunakan learning
pyramid , peserta didik diarahkan untuk aktif
mengamati, bertanya, memikirkan, bereksperimen atau mencoba, sampai pada
akhirnya menyampaikan dan mengomunikasikan apa yang telah dipelajarinya kepada
guru dan teman-temannya. “Pembelajaran yang berbasis pada eksperimen dan
menuntut mereka untuk mengajarkan kepada yang lain itu daya lekatnya lebih
tinggi, Dan imlpikasi memudahkan guru memberikan trik/cara agar anak
lebih cepat memami suatu pelajaran.
Taksonomi Bloom Lama dan Taksonomi
Bloom Revisi
A.
Taksonomi sebelum
revisi
Pada
tahun 1956 Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu :
Berisikan
kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika
diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa
menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang
berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk,
2.
Pemahaman (comprehension),
Tingkatan yang paling
rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti
tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide-ide
matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu
menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya.
3.
Aplikasi (apply),
Di tingkat ini,
seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus,
teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi
tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di
tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya
kualitas dalam bentuk fish bone diagram
4.
Analisis (analysis),
Di tingkat analisis,
seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola
atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan
akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang
akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan
tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke
dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
5.
Sintesis (synthesis),
Satu tingkat di atas
analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola
dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data
atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan.
Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi
untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap
semua penyebab turunnya kualitas produk.
6.
Evaluasi (evaluation)
Dikenali dari kemampuan
untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan
menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer
kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan
berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis,
B.
Taksonomi Bloom
Setelah Direvisi
Menurut
Anderson dan Krathwohl (2001: 66-88) dimensi proses kognitif terdiri atas
beberapa tingkat yaitu:
1. Remember (Mengingat)
Mengingat adalah
kemampuan memperoleh kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka
panjang. Kategori Remember terdiri dari proses kognitif Recognizing
(mengenal kembali) dan Recalling (mengingat). Untuk menilai Remember,
siswa diberi soal yang berkaitan dengan proses kognitif Recognizing
(mengenal kembali) dan Recalling (mengingat).
a. Recognizing (mengenal kembali).
Recognizing adalah memperoleh kembali
pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang kemudian membandingkannya
dengan informasi yang tersaji. Dalam Recognizing, siswa mencari potongan
informasi dalam memori jangka panjang yang identik atau hampir sama dengan
informasi yang baru disampaikan. Ketika menemui informasi baru, siswa
menentukan mana informasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang sebelumnya
diperoleh kemudian mencari yang cocok.
b. Recalling (mengingat)
Recalling adalah memperoleh kembali
pengetahuan yang sesuai dari memori jangka panjang ketika merespon suatu
masalah atau diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah pertanyaan.
Dalam Recalling, siswa mencari sebagian informasi dalam memori jangka
panjang, kemudian membawanya untuk mengerjakan memori dimana informasi ini
dapat diproses.
2.
Understand (Memahami)
Memahami adalah
kemampuan merumuskan makna dari pesan pembelajaran dan mampu
mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan, tulisan maupun grafik. Siswa mengerti
ketika mereka mampu menentukan hubungan antara pengetahuan yang baru diperoleh
dengan pengetahuan mereka yang lalu. Kategori Understand terdiri dari
proses kognitif Interpreting (menginterpretasikan), Exemplifying (memberi
contoh), Classifying (mengklasifikasikan), Summarizing (menyimpulkan),
Inferring (menduga), Comparing (membandingkan), dan
Explaining (menjelaskan)
a.
Interpreting (menginterpretasikan)
Interpreting adalah kemampuan siswa untuk
mengubah informasi yang disajikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Interpreting
dapat berupa mengubah kalimat ke kalimat, gambar ke kalimat, angka ke kalimat,
kalimat ke angka, dan lain sebagainya.
b.
Exemplifying (memberi contoh)
Exemplifying adalah kemampuan siswa untuk
memberikan contoh yang spesifik atau contoh mengenai konsep secara umum. Exemplifying
dapat pula berarti mengidentifikasi pengertian dari bagian-bagian pada konsep
umum.
c.
Classifying (mengklasifikasikan)
Classifying adalah ketika siswa mengetahui
bahwa sesuatu merupakan bagian dari suatu kategori. Classifying
dapat diartikan pula sebagai mendeteksi ciri atau pola yang menunjukkan bahwa
ciri atau pola tersebut sesuai dengan kategori tertentu atau konsep tertentu.
Jika Exemplifying dimulai dari konsep umum dan meminta siswa untuk
mencari contoh khususnya, maka Classifying dimulai dari contoh khusus
dan meminta siswa untuk mencari konsep umumnya.
d.
Summarizing (menyimpulkan)
Siswa
dikatakan memiliki kemampuan Summarizing ketika siswa dapat memberikan
pernyataan tunggal yang menyatakan informasi yang disampaikan atau topik secara
umum.
e.
Inferring (menduga)
Inferring berarti dapat mencari pola dari
beberapa contoh kasus. Siswa dikatakan memiliki kemampuan Inferring jika
siswa dapat membayangkan konsep atau prinsip yang merupakan bagian dari contoh
dengan cara mengkode karakteristik yang sesuai dari masing-masing contoh dan
lebih penting lagi dengan tidak ada hubungan antara contoh-contoh tersebut.
f.
Comparing (membandingkan)
Comparing adalah kemampuan menunjukkan
persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek. Comparing dapat
juga diartikan sebagai mencari korespondensi satu-satu antara objek yang satu
dengan objek yang lain.
g.
Explaining (menjelaskan)
Explaining adalah kemampuan merumuskan dan
menggunakan model sebab akibat sebuah sistem. Siswa yang memiliki kemampuan
menjelaskan dapat menggunakan hubungan sebab akibat antar bagian dalam suatu
sistem.
3.
Apply (Menerapkan)
Menerapkan adalah
kemampuan menggunakan prosedur untuk menyelesaikan masalah. Siswa memerlukan
latihan soal sehingga siswa terlatih untuk mengetahui prosedur apa yang akan
digunakan untuk menyelesaikan soal. Kategori menerapkan (Apply) terdiri
dari proses kognitif kemampuan melakukan (Executing) dan kemampuan
menerapkan (Implementing).
a.
Executing (melakukan)
Dalam Executing,
jika siswa menemui soal yang sudah dikenal, siswa akan mengetahui prosedur yang
akan digunakan. Keadaan yang sudah dikenal ini sering memberikan petunjuk
kepada siswa mengenai cara apa yang akan digunakan. Executing lebih
cenderung kepada kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma
daripada kemampuan teknik dan metode. Skill dan algoritma memiliki ciri sebagai
berikut: 1) langkah pengerjaan soal lebih berurutan 2) jika setiap langkah
dikerjakan dengan benar, maka hasil yang akan diperoleh juga pasti benar.
b.
Implementing (menerapkan)
Dalam Implementing,
siswa memilih dan menggunakan prosedur untuk menyelesaikan soal yang belum
dikenal siswa. Karena itu, siswa harus memahami benar masalah tersebut sehingga
siswa dapat menemukan prosedur yang tepat digunakan untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Implementing berhubungan dengan dua kategori yang lain yaitu Understand
dan Create. Karena siswa belum mengenal soal yang dihadapi sehingga
siswa belum mengetahui prosedur apa yang akan digunakan. Karena itu,
kemungkinan prosedur yang akan digunakan bukan hanya satu, mungkin membutuhkan
beberapa prosedur yang dimodifikasi. Implementing berhubungan dengan
teknik dan metode daripada skill dan algoritma. Teknik dan metode memiliki dua
ciri: 1) prosedur mungkin lebih cenderung berupa flowchart daripada
langkah yang berurutan, karena itu prosedur memiliki beberapa titik tujuan, 2)
jawaban mungkin tidak tunggal. Jawaban yang tepat mungkin terjadi jika setiap
langkah dilakukan dengan benar.
4.
Analyze (Menganalisis)
Menganalisis meliputi
kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menentukan
bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian
tersebut dengan keseluruhannya. Analisis menekankan pada kemampuan merinci
sesuatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian
tersebut. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang
masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih
kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Kategori
Apply terdiri kemampuan membedakan (Differentiating),
mengorganisasi (Organizing) dan memberi simbol (Attributing)
a.
Differentiating (membedakan)
Membedakan meliputi
kemampuan membedakan bagian-bagian dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang
sesuai.
b.
Organizing (mengorganisasi)
Mengorganisasi meliputi
kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur secara bersama-sama menjadi struktur
yang saling terkait.
c.
Attributing (Memberi simbol)
Attributing adalah kemampuan siswa untuk
menyebutkan tentang sudut pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah
yang diajukan. Attributing membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar
dapat menerka maksud dari inti permasalahan yang diajukan.
5.
Evaluate (Menilai)
Menilai didefinisikan
sebagai kemampuan melakukan judgement berdasar pada kriteria dan standar
tertentu. Kriteria sering digunakan adalah menentukan kualitas, efektifitas,
efisiensi, dan konsistensi, sedangkan standar digunakan dalam menentukan kuantitas
maupun kualitas. Evaluasi mencakup
kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal,
bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu.
Kategori menilai terdiri dari Checking (mengecek) dan Critiquing (mengkritik).
a.
Checking (mengecek)
Cheking adalah kemampuan untuk mengetes
konsistensi internal atau kesalahan pada operasi atau hasil. mendeteksi
keefektifan prosedur yang digunakan.
b.
Critiquing (mengkritik)
Critique adalah kemampuan memutuskan hasil
atau operasi berdasarkan criteria dan standar tertentu. mendeteksi
apakah hasil yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur menyelesaikan suatu
masalah mendekati jawaban yang benar
6.
Create (Berkreasi)
Create didefinisikan sebagai
menggeneralisasi ide baru, produk atau cara pandang yang baru dari sesuatu
kejadian. Create di sini diartikan sebagai meletakkan beberapa elemen
dalam satu kesatuan yang menyeluruh sehingga terbentuklah dalam satu bentuk
yang koheren atau fungsional. Siswa dikatakan mampu Create jika dapat
membuat produk baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk
atau stuktur yang belum pernah diterangkan oleh guru sebelumnya. Proses Create
umumnya berhubungan dengan pengalaman belajar siswa yang sebelumnya.
Perbandingan Taksonomi Bloom Lama dan Taksonomi Bloom Revisi
Dahulu kita mengenal
klasifikasi secara hirarkhis terhadap ranah kognitif Bloom menjadi enam
tingkatan, mulai dari C1 sampai C6. Klasifikasi hirarkhis itu masih digunakan
lagi dalam revisi taksonomi Bloom tersebut sekalipun dengan nomen yang sedikit
berbeda. Ada hal yang sama sekali baru dalam taksonomi Bloom yang baru ini.
Sistem hirarkhis yang dulu digunakan dalam Bloom dari C1 sampai C6 merupakan
salah satu dimensi dalam klasifikasi tersebut, yaitu dimensi proses kognitif.
Hanya saja dalam dimensi proses kognitif, pada taksonomi yang baru mengalami
revisi seperti yang akan diuraikan berikut ini.
Tingkatan Ranah Kognitif
|
Lama
|
Baru/ Dimensi
|
C1
|
Knolwdge
|
Remember
|
C2
|
Understand
|
Understand
|
C3
|
Apply
|
Apply
|
C4
|
Analyze
|
Analyze
|
C5
|
Aynthesis
|
Evaluate
|
C6
|
Evaluate
|
Create
|
Tabel
di atas menunjukkan secara singkat perbedaan C1 sampai dengan C6 secara
singkat.
Hal yang sama sekali
baru adalah munculnya dimensi yang lain dalam taksonomi Bloom, yaitu dimensi pengetahuan kognitif.
Dimensi pengetahuan kognitif dibedakan pula secara hirarkhis menjadi empat
kategori yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan
prosedural, serta pengetahuan metakognitif.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi,
pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang
berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan
dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik. Dengan implikasi mempermudah seorang guru dalam
menilai.
MULTIPLE INTEGENT MENURUT
HOWARD
Howard Gardner (1983) dalam teorinya tentang
multiple intelegence atau kecerdasan majemuk menjelaskan cakupan potensi manusia. Menurut beliau IQ bukan
satu-satunya alat ukur untuk mengetahui kemampuan seseorang, tapi disana ada
kecerdasan-kecerdasan lain yang juga amat penting, yaitu: linguistik,
logika-matematika, visual-spasial, musikal, fisik kinestesik, interpersonal
(sosial), intrapersonal, dan naturalis.
Bagi para pendidik ide multiple
intelligence ini menjadi inspirasi dalam pengkayaan kurikulum pendidikan
sekolah, terutama dalam memperkaya metode penyampaikan materi pelajaran dengan
memanfaatkan ke-tujuh potensi kecerdasan manusia ini.
Delapan kecerdasan tersebut adalah:
1. Kecerdasan linguistik (Linguistic
Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan membaca,
menulis, dan berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata. Penulis, wartawan,
sastrawan, orator, dan komedian merupakan contoh-contoh yang memiliki
kecerdasan linguistik.
2. Kecerdasan logika-matematika
(logical_matematical .Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam
bentuk kemampuan bernalar (reasoning) dan menghitung, memikirkan sesuatu dengan
cara logis dan sistematis.
3. Kecerdasan visual-spasial
(visual-Spatical Intelegence), yaitu intelegensi yang diungkapkan dalam bentuk
kemampuan untuk memvisualisasikan bentuk akhir dari sesuatu..
4. Kecerdasan musikal (Musical
Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan untuk
menciptakan atau membuat komposisi musik.
5. Kecerdasan fisik-kinestetika
(Body-Kinestetic Intelegce), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk
kemampuan menggunakan keterampilan fisik untuk memecahkan masalah, menciptakan
produk, atau menyampaikan gagasan dan emosi.
6. Kecerdasan Interpersonal (sosial)
(Interpersonal (social) Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan bekerja secara efektif
dengan orang lain berhubungan dengan orang lain dan menunjukkan empati dan
pemahaman, memperhatikan motifasi dan tujuan.
7. Kecerdasan Intrapersonal
(Intrapersonal Intelegence) , yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk
kemampuan menganalisis diri dan refleksi diri, mampu berkontemplasi dan menilai
kemampuan seseorang, membuat perencanaan dan tujuan, dan mengetahui diri
sendiri.
8. Kecerdasan Naturalis (Naturalis
Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan mengenal
flora dan fauna, hidup selaras dengan alam dan memanfaatkannaya secara
produktif.
Fungsinya
adalah untuk mengetahui kecerdasan
seorang anak itu berada dimana. Dengan impikasinya adalah untuk
mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap
siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993)
menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata
memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang
sukses untuk masa depan seseorang.
3.
Identifikasi masalah tentang tren dan isu
internasional dalam pembelajaran matematika dan bagaimana kaitannya dengan
kurikulum 2013 ?
DEVELOPING
1. information fluency (kelancaran informasi)
Informasi Kefasihan melihat
keterampilan kefasihan yang membantu kita untuk mengekstrak pengetahuan
penting, memverifikasi keasliannya, dan untuk memahami makna dan signifikansi.
kita akan belajar tentang bakat yang membantu untuk menemukan dan mengumpulkan
data dan untuk mengeksplorasi secara menyeluruh, dengan menggunakan, memperoleh,
analisi, terapkan, dan menilai.
2.
Media Fluency
Ada dua komponen Media Kefasihan. Pertama, melibatkan
kemampuan untuk melihat secara analitis
setiap komunikasi untuk menafsirkan pesan yang nyata, dan mengevaluasi
efektivitas media yang dipilih.
Kedua, ini tentang membuat komunikasi asli yang menyelaraskan
pesan dengan audiens
dengan menggunakan media yang paling
tepat dan efektif. "
3.
Teknologi Fluency
Teknologi
yang digunakan harus diakui sebagai alat untuk mendukung hasil atau kegiatan, termasuk
kreativitas, distribusi cepat atau
komunikasi informasi, interaksi dan kolaborasi, atau devel bangunan proyek multimedia.
Guru harus mempertimbangkan konteks sosial teknologi kolaboratif
dan melihat desain instruksional
sebagai proses yang berkelanjutan yang
dapat direvisi sesuai
dengan kebutuhan.
B.
TEACHING USING PROJECT BASED LEARNING
Pembelajaran
berbasis proyek adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan suatu proyek
dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan oleh siswa dapat berupa
proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu
secara kolaboratif, menghasilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian akan
ditampilkan atau dipresentasikan
1.
Incorporating suitable technologies
Pembelajaran
berbasis proyek merupakan bagian dari metoda instruksional yang berpusat pada
pebelajar. Dengan menggunakan alat yang terintegrasi dalam semua aspek kelas,
seperti dalam pemecahan masalah, komunikasi, meneliti hasil, dan mengumpulkan
informasi
2.
Collaboration
3. Inter Disciplinary Approach
C.
DEVELOPING PROBLEM SOLVING USING
1.
Inter Disciplinary Approach
Perlu dikembangkan strategi
pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
sosial. Dengan strategi itu pembelajaran diskenariokan untuk melibatkan
pebelajar dalam praktek pemecahan masalah sosial, khususnya yang berkenaan
dengan berbagai aspek kebijakan publik secara kolektif. Sebagai contoh
selanjutnya akan dipaparkan strategi pembelajaran keterampilan pemecahan
masalah sosial yang terkait pada status, peran, dan tanggung jawab warga negara
dalam konteks kebijakan publik.
2.
In Context of learning
Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan
masalah menjadi semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan
pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak
kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika
ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan
masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal
balik maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam
memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah
matematika bersifat “universal” sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang
universal (artifisial, simbolik). Selain itu, Secara sistematis, Taplin
menegaskan pentingnya problem solving melalui tiga nilai yaitu fungsional,
logikal, dan aestetikal. Secara fungsional, problem solving penting karena
melalui problem solving maka nilai matematika sebagai disiplin ilmu yang
esensial dapat dikembangkan.
3.
Real World Problems
Ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah
dalam kehidupan sehari-hari mereka di sekolah, pendekatan yang mereka lakukan
tidak jauh berbeda. Mereka cenderung menyelesaikan masalah berdasarkan pada
pengalaman mereka sebelumnya. Pengalaman tersebut bervariasi mulai dari
mengenali masalah sampai pada membawa msalah tersebut sebagai pekerjaan rumah.
Dalam hal ini, siswa pada dasarnya tidak melakukan pemecahan masalah, tapi
lebih kepada bagaimana mengadaptasi (menggunakan) masalah sebelumnya yang telah
diselesaikan.
D.
ENCAURAGING COLLABORATION WITH
(KOLABORASI YANG MENDUKUNG PEMBELAJARAN)
1.
Suitable Technologies
Di abad 21 orang-orang hidup dan diliputi oleh teknologi
dan media beragam, ketersediaan akses ke sejumlah banyak informasi, perubahan
yang cepat dalam alat-alat teknologi, dan tuntutan kemampuan untuk
berkolaborasi dan membuat kontribusi individu pada skala yang belum pernah
terjadi sebelumnya sehingga dipelukan kecakapan-kecakapan terkait hal tersebut,
meliputi:
• Literasi Informasi
• Literasi Media dan
• Literasi ICT.
Penggunaan teknologi yang tepat pada pembelajaran
tentunya akan semakin mendukung tercapainya tujuan dari pembelajaran dan
sebaliknya. Pada abad 21 perkembangan teknologi sangat pesat di semua bidang
kehidupan. Di dalam dunia pendidikan penggunaan komputer, internet, audiovideo,
alat komunikasi elektronik bukanlah merupakan hal yang baru lagi, dan tentunya
pada abad ke 21 kelak perkembangan teknologi tersebut akan semakin mencengangkan
kita semua.
Jika dirancang dengan benar produk Teknologi Informasi
dan Komunikasi dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran baik sebagai alat bantu
belajar, alat bantu interaksi belajar-mengajar, sumber belajar mandiri bagi
peserta didik dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran baik dari segi
proses mapun hasilnya. Beberapa contoh pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi dalam pembelajaran antara lain pemanfaatan audiovideo dalam
pembelajaran, TV-edukasi, pemanfaatan jejaring sosial, e-mail, dan e-learning.
2.
Effective Communication
(Komunikasi yang Efektif)
Komunikasi. Pekerjaan-pekerjaan di abad 21 memerlukan
adanya komunikasi yang kompleks serta adanya kolaborasi dan kerjasama dalam
menyelesaikan masalah. Komunikasi dan kolaborasi juga tak sekedar bekerja dalam
kelompok yang kecil dan lokal tapi bisa jadi dalam skala yang besar dan global.
Pembelajaran hendaknya diarahkan kepada melatih kemampuan berkomunikasi dan
berkolaborasi dengan baik.
Komunikasi yang efektif dalam pembelajaran merupakan
faktor pendukung keberhasilan dalam proses dan hasil pembelajaran. Komunikasi
yang diberikan harus bermakna, mudah dimengerti peserta didik. Komunikasi yang
diberikan juga harus dapat merangsang peserta didik menghubungkan pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya, memberikan motivasi belajar.
3.
Team Skills (Kemampuan
Kelompok)
Kemampuan yang diharapkan berkembang dari peserta didik
adalah mereka mampu bekerjasama dalam kelompok, saling memberi, mengajari dan
berbagi atas pemahaman atau pelajaran yang didapatkan kepada sesama peserta
didik.
4.
Inter Disciplinary approach (Pendekatan Antar Disiplin Ilmu)
Ilmu pengetahuan saling berhubung satu dengan yang
lainnya, hubungannya saling menguatkan satu sama lain. Dengan pendekatan antar
disiplin ilmu dalam pembelajaran dapat memicu semangat rasa ingin tahu siswa
tentang pengetahuan yang baru didapatnya, bagaimana pengaplikasiannya pada
bidang ilmu yang lain.
E.
ENABLING TECHNOLOGIES
(TEKNOLOGI YANG MENDUKUNG)
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran abad 21
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang aktivitas pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya, teknik penggunaan dan pemanfaatan teknologi turut
memberikan andil yang besar dalam menarik perhatian siswa dalam proses
pembelajaran, karena pada dasarnya teknologi mempunyai dua fungsi utama, yaitu
sebagai alat bantu dan sebagai sumber belajar bagi siswa.
1.
Interdiciplinary Approach
(Pendekatan Antar-Disiplin)
2.
Collaborative Mediums (Media
Kolaboratif)
3.
Digital Tools (Alat-Alat
Digital)
F.
ASSESSING STUDENT WITH
(PENILAIAN SISWA)
Abad 21 dikenal semua orang sebagai abad pengetahuan
yang merupakan landasan utama dari segala aspek kehidupan. Salah satu bentuk
yang terdapat didalamnya yaitu bentuk
penilaian siswa. Dimana penilaian
terhadap siswa dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu: Clear transparent goals & objectives (tujuan yang
jelas dan objektif); self and peer assessment (diri sendiri dan teman
sekelompok); Relevants tasks (mengembangkan soal); timely and appropriate
Feedback ( terus menerus dan memberikan umpan balik).
Menurut pendapat saya tentang K13, dilihat dari
pengembangannya sudah mengarah pada isu dan trend (internasional). Kurikulum
2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based
education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based
curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional
sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan
bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan
guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan
pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar
langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang,
karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung
individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil
belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum. Selain itu, dalam
kurikulum 2013 juga akan dikembangkan Project Based Learning yaitu
pembelajaran yang berbasis proyek. Kegiatan pembelajaran sesuai kurikulum 2013
harus mengembangkan scientific method di mana siswa dibelajarkan
untuk mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen,
mengasosiasikan/mengolah informasi, mengkomunikasi pada langkah-langkah
pembelajaran yang dirancang. Namun, hanya saja belum sepenuhnya diterapkan di
sekolah-sekolah.