Selasa, 06 September 2016


SISTEMATIKA PELAPORAN HASIL TUGAS

REVIEW JURNAL



Reviewer
Nama
Minarti Juliana
Nim
8156171052
Kelas
Dikmat A-1
Mata kuliah
Integrasi Ict Dalam Pembelajaran Matematika





Penulis                        
Husna1, M. Ikhsan2, Siti Fatimah3
Volume , Halaman & Tahun
Jurnal Peluang, Volume 1, Nomor 2, April 2013, ISSN: 2302-5158
Judul Jurnal
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS).
Tujuan Penelitian
Tujuan Penulis dari penelitian adalah untuk menguji perbedaan keterampilan pemecahan masalah matematika dan keterampilan komunikasi antara siswa yang memperoleh model matematika dari pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share dan mahasiswa yang menerima konvensional belajar
Latar Belakang Masalah
Dalam Paragraf Pertama, Penulis  menegaskan bahwa Kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan kemampuan matematika yang harus dimiliki siswa Sekolah Menengah Pertama dalam pencapaian kurikulum.

NCTM (2000) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya pada situasi baru dan berbeda. Selain itu NCTM juga mengungkapkan tujuan pengajaran pemecahan masalah secara umun adalah untuk (1) membangun pengetahuan matematika baru, (2) memecahkan masalah yang muncul dalam matematika dan di dalam kontekskonteks lainnya, (3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam strategi yang sesuai
untuk memecahkan permasalahan dan (4) memantau dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematika.

Baroody (Ansari, 2009) bahwa  matematika juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas,tepat dan ringkas, kedua adalah sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah, matematika juga sebagai wahana interaksi antarsiswa dan juga sebagai sarana komunikasi guru dan siswa.

Pada paragraf selanjutnya ,penulis menjelaskan mengenai masalah yang sering dihadapi siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika umumnya masih berlangsung secara tradisional dengan karakteristik berpusat pada guru, menggunakan pendekatan yang bersifat ekspositori sehingga guru lebih mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas sedangkan siswa pasif, selain itu latihan yang diberikan lebih banyak soal-soal yang bersifat rutin sehingga kurang melatih daya nalar dalam pemecahan masalah dan kemampuan berpikir siswa hanya pada tingkat rendah.
Dalam paragraf  ke-enam Dari masalah di atas dapat disimpulkan bahwa cara pembelajaran matematika harus diperbaharui guna meningkatkan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik, untuk meningkatkan hal tersebut diperlukan sebuah model pembelajaran yang aktif dan inovatif. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
Identifikasi Masalah
·         Hasil belajar matematika siswa masih rendah
·         Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah
·         Kemampuan komunikasi siswa masih rendah
·         Pembelajaran masih berpusat pada guru
·         Siswa masih pasif dalam pembelajaran matematika
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian ini ada dua kelas sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pretest-posttest-controlgroup design.

Instrumen dalam penelitian ini adalah dengan tes uraian. Untuk analisis data peneliti menggunakan bantuan program software SPSS 16,0 dan MS Exel 2007. Sedangkan data N –Gain dihitung dengan menggunakan  gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer (2002).

Dalam sub pokok bahasan diatas penulis menjelaskan dengan sangat rinci bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan, menggunakan metode-metode yang telah disebutkan diatas. Pembahasan yang dilakukan oleh penulis mudah dipahami maksud dan tujuannya oleh pembaca.
Hasil Penelitian
Dari hasil analisis penulis dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional jika dilihat secara keseluruhan siswa, akan tetapi secara katagori peringkat siswa hanya pada peringkat siswa tinggi dan sedang saja peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Kesimpulan
1.      Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau dari keseluruhan siswa dan peringkat siswa tinggi.
2.      Dan bgitu juga  komunikasi dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
Kelebihan dan Kelemahan dari Penelitian ini.
Kelebihan
Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Kelemahan
Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.
Sumber Utama Referensi Penulis Jurnal
Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Depdiknas Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika. Yogyakarta


Sabtu, 05 Desember 2015



MINARTI  JULIANA  (12)
8156171052
Arah Kecenderungan dan Isu dalam Pembelajaran Matematika
DIKMAT  A-1 PASCASARJANA UNIMED
Dosen Pengampuh: Dra. Ida Karnasih, M.S., Ph.D 


1.    Apa yang anda ketahui tentang isu isu negative dalam pendidikan ?
Jawaban
Dalam mengajar matematika terdapat enam prinsip dasar untuk mencapai pendidikan
matematika yang tinggi (NCTM : 2000) sebagai berikut :
1. Prinsip Kesetaraan
2. Prinsip Kurikulum
3. Prinsip Pengajaran
4. Prinsip Pembelajaran
5. Prinsip Penilaian
6. Prisnip Teknologi

1.        Prinsip Kesetaraan ( The Equity Principle)
Kendala yang dihadapai dalam Pendidikan Kesetaraan adalah Mengajak warga masyarakat untuk belajar di kelompok belajar (Kejar) paket tidaklah mudah. Sesuai denga sebutannya yakni Kejar, kita betul-betul harus mengejar para calon warga belajar ini. Memotivasi mereka dan menjelaskan akan pentingnya pendidikan. Untuk itu memang perlu memiliki kemampuan dalam melakukan pendekatan terhadap sasaran didik ini. Maklumlah, mereka adalah orang-orang yang bermasalah. Bermasalah dalam artian berkaitan dengan berbagai masalah seperti masalah ekonomi sehingga membuat mereka tidak mampu melanjutkan pendidikannya di pendidikan formal.
Oleh karena itulah faktor ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan.. Untuk memberikan semangat (motivasi) kepada warga belajar agar tetap senang belajar, maka pengelola program pendidikan kesetaraan mendirikan Taman bacaan masyarakat (TBM), yaitu merupakan sarana belajar bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan mengembangkan pengetahuan guna memenuhi minat dan kebutuhan belajarnya yang bersumber dari bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya
Dalam Pelaksanaan Program Paket A setara SD dan Paket B Setara SUP, berbagai permasalahan yang paling berat dihadapi, diuraikan sebagai berikut :
1.      Warga Belajar
2.      Tutor
3.      Sarana dan Prasarana
4.      Pehabtanas

2.    Prinsip Kurikulum ( The Curriculum Principle )
Hambatan Hambatan pengembangan kurikulum
·         Pada guru : guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum disebabkan beberapa hal yaitu kurang waktu, kekurang sesuaian pendapat, baik dengan sesama guru maupun kepala sekolah & administrator karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri
·         Dari masyarakat : untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat, baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan ataupun kurikulum yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari sekolah.
·         Masalah biaya: untuk pengembangan kurikulum apalagi untuk kegiatan eksperimen baik metode isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit
·         Kepala sekolah : dalam hal ini seharusnya kepala sekolah mempunyai latar belakang mendalam tentang teori dan praktek kurikulum. Kepala sekolah merupakan peranan yang penting dalam pengembangna kurikulum.
·         Birokrasi : terdiri dari para inspeksi di Kanwil dan juga orang tua maupun tokoh- tokoh masyarakat. Kepala sekolah dan stafnya tidak dapat bekerja dalam kerangka patokan yang ditetapkan oleh Depdikbud.
Usaha perbaikan kurikulum disekolah harus memenuhi langkah berikut ini ; yaitu perlunya mengadakan penilaian umum di sekolah ( kualitas dan mutu), mengetahui kebutuhan siswa dan guru, mengidentifikasi masalah yang timbul berdasarkan studi, menyiapkan desain perencanaan ( tujuan, cara mengevaluasi, metode penyampaian, penilaian), menerqapkan cara mengevaluasi/ apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan.

3.             Prinsip Pengajaran (The Teaching Principle)
Berdasarkan pengalaman guru di lapangan. Masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan pengajaran dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1)      Masalah pengarahan
Di waktu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar-mengajar, kebanyakan guru kurang memiliki keterampilan dalam:
a.         Berorientasi kepada tujuan pelajaran.
b.        Mengkomunikasikan tujuan pelajaran kepada siswa.
c.         Memahami cara merumuskan tujuan umum dan khusus.
d.        Menyesuaikan tujuan pelajaran dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
e.         Merumuskan tujuan instruksional jelas.
Keadaan ini mengakibatkan secara jelas terhadap tujuan mempelajari materi tersebut, mereka tidak mendapat kepuasan dalam menerima pelajaran, siswa menyadari bahwa tujuan pelajaran yang diberikan guru tidak relevan dengan kebutuhannya tidak bermakna bagi kehidupannya di kemudian hari.
2)     Masalah evaluasi dan penilaian
Guru dalam tugasnya untuk merencanakan, melaksanakan evaluasi dan menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
a.         Guru dalam menyusun kriteria keberhasilan tidak jelas
b.        Prosedur evaluasi tidak jelas
c.         Guru tidak melaksanakan prinsip-prinsip evaluasi yang efisien dan efektif.
d.        Kebanyakan guru memiliki cara penilaian yang tidak seragam.
e.         Guru kurang menguasai teknik-teknik evaluasi.
f.         Guru tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik.
Dengan evaluasi yang semacam itu siswa yang menerima evaluasi tidak puas. Mereka tidak mengerti arti angka-angka yang diterimanya. Guru juga tidak mengetahui apakah muridnya sudah mempelajari materi pelajaran yang diberikan atau belum. Guru tidak mengerti bahwa pada siswa sudah ada perubahan tingkah laku, sebagai pengaruh pengajaran yang diberikan atau tidak.
3)      Masalah isi dan urut-urutan pelajaran
Dalam membuat perencanaan pengajaran, yang kemudian akan dilaksanakan dan dievaluasi, guru dalam menyusun isi dan urutan bahan pelajaran menemukan masalah sebagai berikut:
a.         Guru kurang menguasai materi
b.        Materi yang disajikan tidak relevan dengan tujuan
c.         Materi yang diberikan sangat luas
d.        Guru kurang mampu dalam menyesuaikan penyajian bahan dengan waktu yang tersedia
e.         Guru kurang terampil dalam mengorganisasikan materi pelajaran.
f.         Guru kurang mampu mengembangkan materi pelajaran yang diberikannya.
g.        Guru kurang mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dari materi pelajaran yang diberikan.
4)      Masalah metode dan sistem penyajian bahan pelajaran
Agar guru dapat menyajikan bahan pelajaran dengan menarik dan berhasil, maka perlu menguasai beberapa teknik sistem penyajian. Juga dapat memilih siswa penyajian yang tepat untuk setiap materi tertentu yang akan disajikan, ataupun dapat membuat variasi dalam menyajikan bahan tersebut. Namun dengan demikian dalam pengamatan pelaksanaan pengajaran itu para guru menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
a           Guru kurang menguasai beberapa siswa penyajian yang menarik dan efektif.
b          Pemilihan metode kurang relevan dengan tujuan pelajaran dan materi pelajaran.
c           Kurang terampil dalam menggunakan metode
d          Sangat terikat pada satu metode saja
e           Guru tidak memberikan umpan balik pada tugas yang dikerjakan siswa.
5)      Masalah hambatan-hambatan
Dalam pelaksanaan pengajaran guru kadang-kadang menemui banyak hambatan, diantaranya ialah:
a           Banyak guru kurang menggunakan perpustakaan sebagai sumber belajar.
b          Guru kurang mempertimbangkan latar belakang siswa yang tidak sama.
c           Guru kurang mengerti tentang kemampuan dasar siswa yang kurang.
d          Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah
e           Keadaan sarana yang kurang
f           Guru kurang mampu dalam menguasai bahasa Inggris.
Dengan menemukan hambatan-hambatan itu dalam pengajaran menjadi kurang lancar. Guru mengalami kesulitan dalam meningkatkan proses belajar mengajar agar hasilnya efektif dan efisien. Begitu juga siswa sendiri kurang bersemangat untuk mendalami setiap bagian pengetahuan yang diperolehnya di bangku sekolah.

4.        Prinsip Pembelajaran (The Learning Principle )
a.         Belajar Internal
Belajar internal adalah masalah-masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau faktot-faktor internal yang menimbulkan kekurang beresan siswa dalam belajar. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri.
b.        Belajar Eksternal
Belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri atau  faktor-faktor eksternal yang menyebabkan kekurangberesan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa, seperti:
a.   Lingkungan Keluarga
b.   Lingkungan Guru
c.   Lingkungan Masyarakat

5.        Prinsip Penilaian ( Assesment Principle )
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Masalah yang timbul dari penilaian di atas adalah
·         Tidak semua materi pelajaran dapat dilakukan penilaian
·         Siswa yang kurang pintar akan merasa  minder

6.        Prinsip Teknologi (The Technology Principle)
a.        Perkembangan IPTEK
Kalaupun iptek mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti iptek sinonim dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan. Tentu saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan, oleh karena itu iptek tidak pernah bisa mejadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah kemanusiaan.

Dampak  negative dari perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan adalah :
1.
Malas belajar dan mengerjakan tugas
Penggunaaan komputer juga menimbulkan dampak negatif dalam dunia pendidikan. Seseorang terutama anak-anak yang terbiasa menggunakan komputer, cenderung menjadi malas karena mereka menjadi lebih tertarik untuk bermain komputer dari pada mengerjakan tugas atau belajar.
A.      Perubahan Tulisan Tangan
Dengan kemudahan dan kepraktian yang diberikan oleh komputer, terutama dalam hal menuliskan suatu text, membuat seseorang cenderung memilih untuk mengetik daripada harus menulis secara manual. Akibatnya, lama kelamaan seseorang akan mengalami perubahan tulisan, dari yang dulunya rapih, sampai akhirnya menjadi tulisan yang berantakan dan sulit dibaca, Hal tersebut karena mereka tidak lagi terbiasa untuk menulis secara manual.

2.        Apa yang kamu ketahui tentang Learning pyramid, Taksonomi Bloom, dan Multiple Intelegence, sebutkan fungsi dan implikasinya ?

Learning Pyramid
Cara Belajar yang terbaik adalah dengan mengajar.

         Bagan Piramida Belajar atau Learning Pyramid tersebut adalah hasil dari penelitian National Training Laboratories, Bethel, Maine. Begini kira-kira yang diterangkan oleh gambar tersebut. Konon tingkat retensi (bertahannya ingatan akan suatu ilmu) dilihat dari cara belajarnya seseorang adalah sebagai berikut:
1.Lecture (dari mendengarkan orang bicara)
2.Reading (dari membaca) 10%)
3.Audiovisual (dapat dinikmati oleh mata dan telinga) 20%)
4.Demonstration (dengan praktek) 30%
5.Discussion (dengan diskusi) 50%
6.Practice Doing (dipraktekkan kekehidupan nyata) 75%
7.Teach Others (Mengajarkan ilmu tsb pd orang lain) 90%

Ternyata tingkat retensi yang paling tinggi adalah bila kita mengajarkan ilmu tersebut pada orang lain, yaitu sebesar 90%
Fungsinya adalah meningkatkan daya serap dan daya lekat sang anak dalam mempelajari sesuatu. Dalam Kurikulum 2013 sudah menggunakan learning pyramid , peserta didik diarahkan untuk aktif mengamati, bertanya, memikirkan,  bereksperimen atau mencoba, sampai pada akhirnya menyampaikan dan mengomunikasikan apa yang telah dipelajarinya kepada guru dan teman-temannya. “Pembelajaran yang berbasis pada eksperimen dan menuntut mereka untuk mengajarkan kepada yang lain itu daya lekatnya lebih tinggi, Dan  imlpikasi memudahkan guru memberikan trik/cara agar anak lebih cepat memami suatu pelajaran.

Taksonomi Bloom Lama dan Taksonomi Bloom Revisi
A.      Taksonomi sebelum revisi
Pada tahun 1956 Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu :
1.      Pengetahuan (knowledge),
 Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk,
2.      Pemahaman (comprehension),
Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya.
3.      Aplikasi (apply),
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram
4.      Analisis (analysis),
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
5.      Sintesis (synthesis),
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
6.      Evaluasi (evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis,

B.       Taksonomi Bloom Setelah Direvisi
Menurut Anderson dan Krathwohl (2001: 66-88) dimensi proses kognitif terdiri atas beberapa tingkat yaitu:

1.      Remember (Mengingat)
Mengingat adalah kemampuan memperoleh kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Kategori Remember terdiri dari proses kognitif Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling (mengingat). Untuk menilai Remember, siswa diberi soal yang berkaitan dengan proses kognitif  Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling (mengingat).
a.         Recognizing (mengenal kembali).
Recognizing adalah memperoleh kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang kemudian membandingkannya dengan informasi yang tersaji. Dalam Recognizing, siswa mencari potongan informasi dalam memori jangka panjang yang identik atau hampir sama dengan informasi yang baru disampaikan. Ketika menemui informasi baru, siswa menentukan mana informasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang sebelumnya diperoleh kemudian mencari yang cocok.
b.         Recalling (mengingat)
Recalling adalah memperoleh kembali pengetahuan yang sesuai dari memori jangka panjang ketika merespon suatu masalah atau diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah pertanyaan. Dalam Recalling, siswa mencari sebagian informasi dalam memori jangka panjang, kemudian membawanya untuk mengerjakan memori dimana informasi ini dapat diproses.
2.      Understand (Memahami)
Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan, tulisan maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka mampu menentukan hubungan antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan mereka yang lalu. Kategori Understand terdiri dari proses kognitif Interpreting (menginterpretasikan), Exemplifying (memberi contoh), Classifying (mengklasifikasikan), Summarizing (menyimpulkan), Inferring (menduga), Comparing (membandingkan), dan Explaining (menjelaskan)
a.         Interpreting (menginterpretasikan)
Interpreting adalah kemampuan siswa untuk mengubah informasi yang disajikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Interpreting dapat berupa mengubah kalimat ke kalimat, gambar ke kalimat, angka ke kalimat, kalimat ke angka, dan lain sebagainya.
b.         Exemplifying (memberi contoh)
Exemplifying adalah kemampuan siswa untuk memberikan contoh yang spesifik atau contoh mengenai konsep secara umum. Exemplifying dapat pula berarti mengidentifikasi pengertian dari bagian-bagian pada konsep umum.
c.         Classifying (mengklasifikasikan)
Classifying adalah ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu merupakan bagian dari suatu kategori.  Classifying dapat diartikan pula sebagai mendeteksi ciri atau pola yang menunjukkan bahwa ciri atau pola tersebut sesuai dengan kategori tertentu atau konsep tertentu. Jika Exemplifying dimulai dari konsep umum dan meminta siswa untuk mencari contoh khususnya, maka Classifying dimulai dari contoh khusus dan meminta siswa untuk mencari konsep umumnya.
d.        Summarizing (menyimpulkan)
Siswa dikatakan memiliki kemampuan Summarizing ketika siswa dapat memberikan pernyataan tunggal yang menyatakan informasi yang disampaikan atau topik secara umum.
e.         Inferring (menduga)
Inferring berarti dapat mencari pola dari beberapa contoh kasus. Siswa dikatakan memiliki kemampuan Inferring jika siswa dapat membayangkan konsep atau prinsip yang merupakan bagian dari contoh dengan cara mengkode karakteristik yang sesuai dari masing-masing contoh dan lebih penting lagi dengan tidak ada hubungan antara contoh-contoh tersebut.
f.          Comparing (membandingkan)
Comparing  adalah kemampuan menunjukkan persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek. Comparing dapat juga diartikan sebagai mencari korespondensi satu-satu antara objek yang satu dengan objek yang lain.
g.         Explaining (menjelaskan)
Explaining adalah kemampuan merumuskan dan menggunakan model sebab akibat sebuah sistem. Siswa yang memiliki kemampuan menjelaskan dapat menggunakan hubungan sebab akibat antar bagian dalam suatu sistem.
3.      Apply (Menerapkan)
Menerapkan adalah kemampuan menggunakan prosedur untuk menyelesaikan masalah. Siswa memerlukan latihan soal sehingga siswa terlatih untuk mengetahui prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal. Kategori menerapkan (Apply) terdiri dari proses kognitif kemampuan melakukan (Executing) dan kemampuan menerapkan (Implementing).
a.         Executing (melakukan)
Dalam Executing, jika siswa menemui soal yang sudah dikenal, siswa akan mengetahui prosedur yang akan digunakan. Keadaan yang sudah dikenal ini sering memberikan petunjuk kepada siswa mengenai cara apa yang akan digunakan. Executing lebih cenderung kepada kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma daripada kemampuan teknik dan metode. Skill dan algoritma memiliki ciri sebagai berikut: 1) langkah pengerjaan soal lebih berurutan 2) jika setiap langkah dikerjakan dengan benar, maka hasil yang akan diperoleh juga pasti benar.
b.         Implementing (menerapkan)
Dalam Implementing, siswa memilih dan menggunakan prosedur untuk menyelesaikan soal yang belum dikenal siswa. Karena itu, siswa harus memahami benar masalah tersebut sehingga siswa dapat menemukan prosedur yang tepat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Implementing berhubungan dengan dua kategori yang lain yaitu Understand dan Create. Karena siswa belum mengenal soal yang dihadapi sehingga siswa belum mengetahui prosedur apa yang akan digunakan. Karena itu, kemungkinan prosedur yang akan digunakan bukan hanya satu, mungkin membutuhkan beberapa prosedur yang dimodifikasi. Implementing berhubungan dengan teknik dan metode daripada skill dan algoritma. Teknik dan metode memiliki dua ciri: 1) prosedur mungkin lebih cenderung berupa flowchart daripada langkah yang berurutan, karena itu prosedur memiliki beberapa titik tujuan, 2) jawaban mungkin tidak tunggal. Jawaban yang tepat mungkin terjadi jika setiap langkah dilakukan dengan benar.
4.      Analyze (Menganalisis)
Menganalisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya. Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Kategori Apply terdiri kemampuan membedakan (Differentiating), mengorganisasi (Organizing) dan memberi simbol (Attributing)
a.         Differentiating (membedakan)
Membedakan meliputi kemampuan membedakan bagian-bagian dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai.

b.         Organizing (mengorganisasi)
Mengorganisasi meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur secara bersama-sama menjadi struktur yang saling terkait.
c.         Attributing (Memberi simbol)
Attributing adalah kemampuan siswa untuk menyebutkan tentang sudut pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah yang diajukan. Attributing membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar dapat menerka maksud dari inti permasalahan yang diajukan.
5.      Evaluate (Menilai)
Menilai didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgement berdasar pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria sering digunakan adalah menentukan kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi, sedangkan standar digunakan dalam menentukan kuantitas maupun kualitas. Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari Checking (mengecek) dan Critiquing (mengkritik).
a.         Checking (mengecek)
Cheking adalah kemampuan untuk mengetes konsistensi internal atau kesalahan pada operasi atau hasil. mendeteksi keefektifan prosedur yang digunakan.
b.         Critiquing (mengkritik)
Critique adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi berdasarkan criteria dan standar tertentu. mendeteksi apakah hasil yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur menyelesaikan suatu masalah mendekati jawaban yang benar
6.      Create (Berkreasi)
Create didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk atau cara pandang yang baru dari sesuatu kejadian. Create di sini diartikan sebagai meletakkan beberapa elemen dalam satu kesatuan yang menyeluruh sehingga terbentuklah dalam satu bentuk yang koheren atau fungsional. Siswa dikatakan mampu Create jika dapat membuat produk baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk atau stuktur yang belum pernah diterangkan oleh guru sebelumnya. Proses Create umumnya berhubungan dengan pengalaman belajar siswa yang sebelumnya.
Perbandingan Taksonomi Bloom Lama dan Taksonomi Bloom Revisi
Dahulu kita mengenal klasifikasi secara hirarkhis terhadap ranah kognitif Bloom menjadi enam tingkatan, mulai dari C1 sampai C6. Klasifikasi hirarkhis itu masih digunakan lagi dalam revisi taksonomi Bloom tersebut sekalipun dengan nomen yang sedikit berbeda. Ada hal yang sama sekali baru dalam taksonomi Bloom yang baru ini. Sistem hirarkhis yang dulu digunakan dalam Bloom dari C1 sampai C6 merupakan salah satu dimensi dalam klasifikasi tersebut, yaitu dimensi proses kognitif. Hanya saja dalam dimensi proses kognitif, pada taksonomi yang baru mengalami revisi seperti yang akan diuraikan berikut ini.

Tingkatan Ranah Kognitif
Lama
Baru/ Dimensi
C1
Knolwdge
Remember
C2
Understand
Understand
C3
Apply
Apply
C4
Analyze
Analyze
C5
Aynthesis
Evaluate
C6
Evaluate
Create

Tabel di atas menunjukkan secara singkat perbedaan C1 sampai dengan C6 secara singkat.
Hal yang sama sekali baru adalah munculnya dimensi yang lain dalam taksonomi Bloom, yaitu dimensi pengetahuan kognitif. Dimensi pengetahuan kognitif dibedakan pula secara hirarkhis menjadi empat kategori yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, serta pengetahuan metakognitif.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik. Dengan implikasi mempermudah seorang guru dalam menilai.

MULTIPLE INTEGENT MENURUT HOWARD
          Howard Gardner (1983) dalam teorinya tentang multiple intelegence atau kecerdasan majemuk menjelaskan cakupan potensi manusia. Menurut beliau IQ bukan satu-satunya alat ukur untuk mengetahui kemampuan seseorang, tapi disana ada kecerdasan-kecerdasan lain yang juga amat penting, yaitu: linguistik, logika-matematika, visual-spasial, musikal, fisik kinestesik, interpersonal (sosial), intrapersonal, dan naturalis.
          Bagi para pendidik ide multiple intelligence ini menjadi inspirasi dalam pengkayaan kurikulum pendidikan sekolah, terutama dalam memperkaya metode penyampaikan materi pelajaran dengan memanfaatkan ke-tujuh potensi kecerdasan manusia ini.
Delapan kecerdasan tersebut adalah:
1.      Kecerdasan linguistik (Linguistic Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata. Penulis, wartawan, sastrawan, orator, dan komedian merupakan contoh-contoh yang memiliki kecerdasan linguistik.
2.      Kecerdasan logika-matematika (logical_matematical .Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan bernalar (reasoning) dan menghitung, memikirkan sesuatu dengan cara logis dan sistematis.
3.      Kecerdasan visual-spasial (visual-Spatical Intelegence), yaitu intelegensi yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan untuk memvisualisasikan bentuk akhir dari sesuatu..
4.      Kecerdasan musikal (Musical Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan untuk menciptakan atau membuat komposisi musik.
5.      Kecerdasan fisik-kinestetika (Body-Kinestetic Intelegce), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan menggunakan keterampilan fisik untuk memecahkan masalah, menciptakan produk, atau menyampaikan gagasan dan emosi.
6.      Kecerdasan Interpersonal (sosial) (Interpersonal (social) Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain berhubungan dengan orang lain dan menunjukkan empati dan pemahaman, memperhatikan motifasi dan tujuan.
7.      Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelegence) , yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan menganalisis diri dan refleksi diri, mampu berkontemplasi dan menilai kemampuan seseorang, membuat perencanaan dan tujuan, dan mengetahui diri sendiri.
8.      Kecerdasan Naturalis (Naturalis Intelegence), yaitu kecerdasan yang diungkapkan dalam bentuk kemampuan mengenal flora dan fauna, hidup selaras dengan alam dan memanfaatkannaya secara produktif.
Fungsinya adalah  untuk mengetahui kecerdasan seorang anak itu berada dimana. Dengan impikasinya adalah untuk  mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.





3.        Identifikasi masalah tentang tren dan isu internasional dalam pembelajaran matematika dan bagaimana kaitannya dengan kurikulum 2013 ?

DEVELOPING
1. information fluency (kelancaran informasi)
            Informasi Kefasihan melihat keterampilan kefasihan yang membantu kita untuk mengekstrak pengetahuan penting, memverifikasi keasliannya, dan untuk memahami makna dan signifikansi. kita akan belajar tentang bakat yang membantu untuk menemukan dan mengumpulkan data dan untuk mengeksplorasi secara menyeluruh, dengan menggunakan, memperoleh, analisi, terapkan, dan menilai.
2.    Media Fluency
            Ada dua komponen Media Kefasihan. Pertama, melibatkan kemampuan untuk melihat secara analitis setiap komunikasi untuk menafsirkan pesan yang nyata, dan mengevaluasi efektivitas media yang dipilih. Kedua, ini tentang membuat komunikasi asli yang menyelaraskan pesan dengan audiens dengan menggunakan media yang paling tepat dan efektif. "
3.    Teknologi Fluency
Teknologi yang digunakan harus diakui sebagai alat untuk mendukung hasil atau kegiatan, termasuk kreativitas, distribusi cepat atau komunikasi informasi, interaksi dan kolaborasi, atau devel  bangunan proyek multimedia. Guru  harus mempertimbangkan konteks sosial teknologi kolaboratif dan melihat desain instruksional sebagai proses yang berkelanjutan yang dapat direvisi sesuai dengan kebutuhan.

B.       TEACHING USING PROJECT BASED LEARNING
Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan suatu proyek dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan oleh siswa dapat berupa proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara kolaboratif, menghasilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian akan ditampilkan atau dipresentasikan
1.    Incorporating suitable technologies
Pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari metoda instruksional yang berpusat pada pebelajar. Dengan menggunakan alat yang terintegrasi dalam semua aspek kelas, seperti dalam pemecahan masalah, komunikasi, meneliti hasil, dan mengumpulkan informasi
2.    Collaboration
3.    Inter Disciplinary Approach

C.       DEVELOPING PROBLEM SOLVING USING
1.        Inter Disciplinary Approach
            Perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah sosial. Dengan strategi itu pembelajaran diskenariokan untuk melibatkan pebelajar dalam praktek pemecahan masalah sosial, khususnya yang berkenaan dengan berbagai aspek kebijakan publik secara kolektif. Sebagai contoh selanjutnya akan dipaparkan strategi pembelajaran keterampilan pemecahan masalah sosial yang terkait pada status, peran, dan tanggung jawab warga negara dalam konteks kebijakan publik.
2.        In Context of learning
Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal balik maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah matematika bersifat “universal” sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang universal (artifisial, simbolik). Selain itu, Secara sistematis, Taplin menegaskan pentingnya problem solving melalui tiga nilai yaitu fungsional, logikal, dan aestetikal. Secara fungsional, problem solving penting karena melalui problem solving maka nilai matematika sebagai disiplin ilmu yang esensial dapat dikembangkan.
3.         Real World Problems
Ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari mereka di sekolah, pendekatan yang mereka lakukan tidak jauh berbeda. Mereka cenderung menyelesaikan masalah berdasarkan pada pengalaman mereka sebelumnya. Pengalaman tersebut bervariasi mulai dari mengenali masalah sampai pada membawa msalah tersebut sebagai pekerjaan rumah. Dalam hal ini, siswa pada dasarnya tidak melakukan pemecahan masalah, tapi lebih kepada bagaimana mengadaptasi (menggunakan) masalah sebelumnya yang telah diselesaikan.

D.      ENCAURAGING COLLABORATION WITH (KOLABORASI YANG MENDUKUNG PEMBELAJARAN)

1.        Suitable Technologies
Di abad 21 orang-orang hidup dan diliputi oleh teknologi dan media beragam, ketersediaan akses ke sejumlah banyak informasi, perubahan yang cepat dalam alat-alat teknologi, dan tuntutan kemampuan untuk berkolaborasi dan membuat kontribusi individu pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya sehingga dipelukan kecakapan-kecakapan terkait hal tersebut, meliputi:
• Literasi Informasi
• Literasi Media dan
• Literasi ICT.
Penggunaan teknologi yang tepat pada pembelajaran tentunya akan semakin mendukung tercapainya tujuan dari pembelajaran dan sebaliknya. Pada abad 21 perkembangan teknologi sangat pesat di semua bidang kehidupan. Di dalam dunia pendidikan penggunaan komputer, internet, audiovideo, alat komunikasi elektronik bukanlah merupakan hal yang baru lagi, dan tentunya pada abad ke 21 kelak perkembangan teknologi tersebut akan semakin mencengangkan kita semua.
Jika dirancang dengan benar produk Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran baik sebagai alat bantu belajar, alat bantu interaksi belajar-mengajar, sumber belajar mandiri bagi peserta didik dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran baik dari segi proses mapun hasilnya. Beberapa contoh pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pembelajaran antara lain pemanfaatan audiovideo dalam pembelajaran, TV-edukasi, pemanfaatan jejaring sosial, e-mail, dan e-learning.

2.        Effective Communication (Komunikasi yang Efektif)
Komunikasi. Pekerjaan-pekerjaan di abad 21 memerlukan adanya komunikasi yang kompleks serta adanya kolaborasi dan kerjasama dalam menyelesaikan masalah. Komunikasi dan kolaborasi juga tak sekedar bekerja dalam kelompok yang kecil dan lokal tapi bisa jadi dalam skala yang besar dan global. Pembelajaran hendaknya diarahkan kepada melatih kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi dengan baik.
Komunikasi yang efektif dalam pembelajaran merupakan faktor pendukung keberhasilan dalam proses dan hasil pembelajaran. Komunikasi yang diberikan harus bermakna, mudah dimengerti peserta didik. Komunikasi yang diberikan juga harus dapat merangsang peserta didik menghubungkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya, memberikan motivasi belajar.


3.        Team Skills (Kemampuan Kelompok)
Kemampuan yang diharapkan berkembang dari peserta didik adalah mereka mampu bekerjasama dalam kelompok, saling memberi, mengajari dan berbagi atas pemahaman atau pelajaran yang didapatkan kepada sesama peserta didik.

4.        Inter Disciplinary approach (Pendekatan Antar Disiplin Ilmu)
Ilmu pengetahuan saling berhubung satu dengan yang lainnya, hubungannya saling menguatkan satu sama lain. Dengan pendekatan antar disiplin ilmu dalam pembelajaran dapat memicu semangat rasa ingin tahu siswa tentang pengetahuan yang baru didapatnya, bagaimana pengaplikasiannya pada bidang ilmu yang lain.

E.       ENABLING TECHNOLOGIES (TEKNOLOGI YANG MENDUKUNG)
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran abad 21 merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang aktivitas pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, teknik penggunaan dan pemanfaatan teknologi turut memberikan andil yang besar dalam menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran, karena pada dasarnya teknologi mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai alat bantu dan sebagai sumber belajar bagi siswa.
1.      Interdiciplinary Approach (Pendekatan Antar-Disiplin)
2.      Collaborative Mediums (Media Kolaboratif)
3.      Digital Tools (Alat-Alat Digital)

F.        ASSESSING STUDENT WITH (PENILAIAN SISWA)
Abad 21 dikenal semua orang sebagai abad pengetahuan yang merupakan landasan utama dari segala aspek kehidupan. Salah satu bentuk yang terdapat didalamnya yaitu  bentuk penilaian siswa. Dimana penilaian  terhadap siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu: Clear transparent goals & objectives (tujuan yang jelas dan objektif); self and peer assessment (diri sendiri dan teman sekelompok); Relevants tasks (mengembangkan soal); timely and appropriate Feedback ( terus menerus dan memberikan umpan balik).
Menurut pendapat saya tentang K13, dilihat dari pengembangannya sudah mengarah pada isu dan trend (internasional). Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum. Selain itu, dalam kurikulum 2013 juga akan dikembangkan Project Based Learning yaitu pembelajaran yang berbasis proyek. Kegiatan pembelajaran sesuai kurikulum 2013 harus mengembangkan scientific method di mana siswa dibelajarkan untuk mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasikan/mengolah informasi, mengkomunikasi pada langkah-langkah pembelajaran yang dirancang. Namun, hanya saja belum sepenuhnya diterapkan di sekolah-sekolah.